Islam
adalah agama terbesar di dunia ini. Satu-satunya agama yang memiliki aturan
hidup untuk seluruh umat manusia. Ia mengatur urusan kecil hingga besar, dari
tidur hingga tidur lagi, dari urusan rumah sampai urusan negara, islam
mengaturnya dengan indah. Disini, saya ingin berbagi pengetahuan yang tidak
banyak untuk kaum muslimin, menyadari diri ini masih amatlah kurang dalam hal
ilmu agama. Tapi, in sya Allah dengan niat berbagi, tulisan kita akan semakin
‘kuat’ dan ridha Allah pun akan kita dapat.
Mari
duduk bersama, berbincang tentang ikatan yang selama ini membuat lemah kaum
muslimin (kita). Tentang ikatan lemah lagi rapuh yang tidak pantas dipakai oleh
umat terbaik. Tentang persatuan semu yang berlindung dibalik Nasionalisme.
Mari
berbincang. Pagi hari ini, kusediakan secangkir teh dan sepotong roti cokelat
agar pembicaraan kita semakin hangat dan akrab. Berharap kita akan mengerti
tentang ikatan yang selama ini membuat kaum muslimin tak berdaya melindungi
saudaranya. Mari diminum tehnya, selagi hangat. J
Sebelumnya,
mari kita dengar, dari mana asal atau timbulnya ikatan Nasionalisme ini.
“Ikatan
kebangsaan (Nasionalisme)” tutur Syaikh Taqiyuddin An nabhani, “tumbuh di
tengah-tengah masyarakat, tatkala pola fikir manusia mulai merosot”
Menurut Syaikh
Taqiyuddin An nabhani dalam kitabnya Nidzam Al Islam, ada beberapa ikatan yang
saat ini di pakai oleh kebanyakan kaum muslim, ikatan ini sangat tidak cocok
untuk di gunakan oleh umat dengan gelar ‘umat terbaik’ yang dilahirkan di
tengah-tengah manusia. Beberapa ikatan
itu adalah; Kesukuan, Nasionalime, Kemanfaatan dan Kerohanian. Namun pada
perbincangan kita kali ini, kita akan membahas ikatan Nasionalime. Semoga
kedepan, kita masih diberi kesempatan untuk duduk bersama dan berbincang
membahas ikatan rapuh lainnya. Silahkan dimakan roti cokelatnya.
‘ikatan ini (Nasionalisme)” lanjut
beliau menjelaskan, “nampak juga dalam dunia binatang yang selalu bersifat
emosional. Ikatan semacam ini muncul ketika ada ancaman pihak asing yang mau
menyerng atau menaklukan suatu negeri” tutupnya.
Sepertinya jika kita mau berfikir
tenang dan mendalam, apa yang dituturkan Syaikh Taqiyuddin An nabhani dalam
kitabnya Nidzam Al Islam terbukti benar. Kenyataan pada saat ini, ikatan
Nasionalisme hanya menyatukan kita pada saat negeri tercinta ini di serang oleh
negara lain. Jiwa patriot kita keluar, karena ingin melindungi negara yang
tidak lama lagi akan di bombardir. Tapi, ikatan ini hanya bersifat sementara. Setelah
negeri asing berhenti menyerang, persatuan kita lama-kelamaan juga pasti ikut
pudar. Persis seperti apa yang dituturkan oleh Syaih Taqiyuddin, ikatan ini
bersifat emosional sama seperti binatang.
Rasanya, persatuan yang dibentuk
dari ikatan Nasionalisme ini telah mengkerdilkan kita (kaum muslim). Bersatu
jika ada yang menyerang secara terang-terangan. Melemah saat ia berhenti
menyerang. Lalu apakah pantas ikatan ini mengikat umat islam?
Ah... tidak terasa kita telah
berbincang dengan panjang, teh dan roti cokelatpun kini tengah kita teguk dan
makan bersama. Berharap, persaudaraan kita karena Allah kelak berbuah surga.
Mari kita lanjutkan perbincangan ini.
Syaikh Taqiyuddin menyimpulkan. Ada
tiga hal yang kita dapat mengerti mengapa ikatan Nasionalisme ini ikatan yang
sangat rapuh dan tidak layak dipakai untuk mengikat umat islam.
Pertama, mutu
ikatan ini rendah. Ia tidak mampu mengikat antara manusia satu dengan yang
lainnya.
Kedua, karena ikatan
ini bersifat emosional yang selalu didasarkan pada perasaan dan muncul secara
spontanitas dari keinginan untuk mempertahankan diri.
Ketiga, karena
ikatan ini bersifat sementara, muncul saat membela diri karena datangnya
ancaman. Setelah ancaman telah hilang, maka hilang pula ikatan ini.
Jelas sudah, mengapa ikatan
Nasionalisme tidak pantas digunakan untuk mengikat kaum muslimin. Karena ikatan
inilah, kita (kaum muslim) terkotak-kotakan. Ada muslim Indonesia, Malaysia,
Palestina, Suriah, Mesir, Arab, Libanon, Myanmar, Afganistan dan di negara
bagian lainnya. Bukankah kaum muslimin itu satu? Tidak perduli dia berasal dari
negara mana, selama ia muslim taat pada Allah dan Rasulnya ia merupakan saudara
satu Akidah.
Dengan ikatan Nasionalisme ini, kita
bahkan menjadi acuh dan tidak perduli dengan keadaan saudara kita yang ada dibelahan
bumi lain, Paletina misalnya. Kemana kaum muslimin? Kemana negara yang
kebanyakan penghuninya adalah umat islam? Bukankah Rasulallah telah
mengibaratkan kita dengan satu tubuh. Apabila ada bagian tubuh yang merasakan
sakit maka seluruh badan ikut merasakan sakit. Sungguh, ikatan Nasionalisme ini telah mengekang kita,
mencengkram secara halus untuk membuat kaum muslim sibuk mengurusi tanah-tanahnya.
Pantaslah kiranya ikatan ini kerdil,
buruk dan tidak layak dipakai oleh kaum muslimin. Sudah seharusnya kita
membuang ikatan Nasionalisme dalam tong sampah. Toh, ia tak berguna.
Hm... hari sudah semakin siang, teh
hangatpun telah dingin. Roti cokelat juga telah habis di lahap. Semoga
persahabatan kita makin erat. Ah, tunggu. Sebelum beranjak pergi meninggalkan
perbincangan hangat ini, mari kita simpulkan bersama ikatan yang dapat
menyatukan kaum muslimin.
“ikatan yang benar dan layak untuk mengikat
manusia dalam kehidupannya adalah ikatan karena satu Akidah” ucap beliau,
Syaikh Taqiyuddin An nabhani.
Saudaraku, ikatan yang pantas
mengikat kita (kaum muslim) adalah karena ikatan satu Akidah. Perlu kita
ketahui kaum muslimin itu hanya ada satu. Tidak ada yang namanya muslim Indonesia,
muslim Paletina, muslim Arab atau muslim lainnya. Kerana memang kita adalah
umat islam. Tuhan kita satu, Allah. Nabi kita satu, Muhammad Rasulallah. Kitab
kita satu, Al qur’anul karim. Lalu, mengapa kita masih sibuk mengikat
benang-benang Nasionalisme yang rapuh itu.
Ikatan karena satu Akidah, adalah
lebih kuat ketimbang ikatan karena satu tanah. Bukankah Allah menyebutkan bahwa
setiap Muslim itu bersaudara. Ah... sungguh indah bila dirasa persaudaraan
karena lillah. J
Mengakhiri perbincangan kita kali
ini, moga kita sama-sama mengerti bahwa ikatan yang dapat menyatukan dan
memperkuat kaum muslim adalah ikatan satu Akidah yang tidak mengenal ruang,
bukan Nasionalime yang rapuh dan pantas dibuang. J
Bagikan
Sekat itu bernama Nasionalisme
4/
5
Oleh
Harun Tsaqif