Kamis, 07 Mei 2015

Sekat itu bernama Nasionalisme

Sekat itu bernama Nasionalisme

Islam adalah agama terbesar di dunia ini. Satu-satunya agama yang memiliki aturan hidup untuk seluruh umat manusia. Ia mengatur urusan kecil hingga besar, dari tidur hingga tidur lagi, dari urusan rumah sampai urusan negara, islam mengaturnya dengan indah. Disini, saya ingin berbagi pengetahuan yang tidak banyak untuk kaum muslimin, menyadari diri ini masih amatlah kurang dalam hal ilmu agama. Tapi, in sya Allah dengan niat berbagi, tulisan kita akan semakin ‘kuat’ dan ridha Allah pun akan kita dapat.

Mari duduk bersama, berbincang tentang ikatan yang selama ini membuat lemah kaum muslimin (kita). Tentang ikatan lemah lagi rapuh yang tidak pantas dipakai oleh umat terbaik. Tentang persatuan semu yang berlindung dibalik Nasionalisme.

Mari berbincang. Pagi hari ini, kusediakan secangkir teh dan sepotong roti cokelat agar pembicaraan kita semakin hangat dan akrab. Berharap kita akan mengerti tentang ikatan yang selama ini membuat kaum muslimin tak berdaya melindungi saudaranya. Mari diminum tehnya, selagi hangat. J

Sebelumnya, mari kita dengar, dari mana asal atau timbulnya ikatan Nasionalisme ini.

“Ikatan kebangsaan (Nasionalisme)” tutur Syaikh Taqiyuddin An nabhani, “tumbuh di tengah-tengah masyarakat, tatkala pola fikir manusia mulai merosot”

Menurut Syaikh Taqiyuddin An nabhani dalam kitabnya Nidzam Al Islam, ada beberapa ikatan yang saat ini di pakai oleh kebanyakan kaum muslim, ikatan ini sangat tidak cocok untuk di gunakan oleh umat dengan gelar ‘umat terbaik’ yang dilahirkan di tengah-tengah  manusia. Beberapa ikatan itu adalah; Kesukuan, Nasionalime, Kemanfaatan dan Kerohanian. Namun pada perbincangan kita kali ini, kita akan membahas ikatan Nasionalime. Semoga kedepan, kita masih diberi kesempatan untuk duduk bersama dan berbincang membahas ikatan rapuh lainnya. Silahkan dimakan roti cokelatnya.

            ‘ikatan ini (Nasionalisme)” lanjut beliau menjelaskan, “nampak juga dalam dunia binatang yang selalu bersifat emosional. Ikatan semacam ini muncul ketika ada ancaman pihak asing yang mau menyerng atau menaklukan suatu negeri” tutupnya.

            Sepertinya jika kita mau berfikir tenang dan mendalam, apa yang dituturkan Syaikh Taqiyuddin An nabhani dalam kitabnya Nidzam Al Islam terbukti benar. Kenyataan pada saat ini, ikatan Nasionalisme hanya menyatukan kita pada saat negeri tercinta ini di serang oleh negara lain. Jiwa patriot kita keluar, karena ingin melindungi negara yang tidak lama lagi akan di bombardir. Tapi, ikatan ini hanya bersifat sementara. Setelah negeri asing berhenti menyerang, persatuan kita lama-kelamaan juga pasti ikut pudar. Persis seperti apa yang dituturkan oleh Syaih Taqiyuddin, ikatan ini bersifat emosional sama seperti binatang.

            Rasanya, persatuan yang dibentuk dari ikatan Nasionalisme ini telah mengkerdilkan kita (kaum muslim). Bersatu jika ada yang menyerang secara terang-terangan. Melemah saat ia berhenti menyerang. Lalu apakah pantas ikatan ini mengikat umat islam?

            Ah... tidak terasa kita telah berbincang dengan panjang, teh dan roti cokelatpun kini tengah kita teguk dan makan bersama. Berharap, persaudaraan kita karena Allah kelak berbuah surga. Mari kita lanjutkan perbincangan ini.

            Syaikh Taqiyuddin menyimpulkan. Ada tiga hal yang kita dapat mengerti mengapa ikatan Nasionalisme ini ikatan yang sangat rapuh dan tidak layak dipakai untuk mengikat umat islam.

Pertama, mutu ikatan ini rendah. Ia tidak mampu mengikat antara manusia satu dengan yang lainnya.

Kedua, karena ikatan ini bersifat emosional yang selalu didasarkan pada perasaan dan muncul secara spontanitas dari keinginan untuk mempertahankan diri.

Ketiga, karena ikatan ini bersifat sementara, muncul saat membela diri karena datangnya ancaman. Setelah ancaman telah hilang, maka hilang pula ikatan ini.

            Jelas sudah, mengapa ikatan Nasionalisme tidak pantas digunakan untuk mengikat kaum muslimin. Karena ikatan inilah, kita (kaum muslim) terkotak-kotakan. Ada muslim Indonesia, Malaysia, Palestina, Suriah, Mesir, Arab, Libanon, Myanmar, Afganistan dan di negara bagian lainnya. Bukankah kaum muslimin itu satu? Tidak perduli dia berasal dari negara mana, selama ia muslim taat pada Allah dan Rasulnya ia merupakan saudara satu Akidah.

            Dengan ikatan Nasionalisme ini, kita bahkan menjadi acuh dan tidak perduli dengan keadaan saudara kita yang ada dibelahan bumi lain, Paletina misalnya. Kemana kaum muslimin? Kemana negara yang kebanyakan penghuninya adalah umat islam? Bukankah Rasulallah telah mengibaratkan kita dengan satu tubuh. Apabila ada bagian tubuh yang merasakan sakit maka seluruh badan ikut merasakan sakit. Sungguh,  ikatan Nasionalisme ini telah mengekang kita, mencengkram secara halus untuk membuat kaum muslim sibuk mengurusi tanah-tanahnya.

            Pantaslah kiranya ikatan ini kerdil, buruk dan tidak layak dipakai oleh kaum muslimin. Sudah seharusnya kita membuang ikatan Nasionalisme dalam tong sampah. Toh, ia tak berguna.

            Hm... hari sudah semakin siang, teh hangatpun telah dingin. Roti cokelat juga telah habis di lahap. Semoga persahabatan kita makin erat. Ah, tunggu. Sebelum beranjak pergi meninggalkan perbincangan hangat ini, mari kita simpulkan bersama ikatan yang dapat menyatukan kaum muslimin.

            “ikatan yang benar dan layak untuk mengikat manusia dalam kehidupannya adalah ikatan karena satu Akidah” ucap beliau, Syaikh Taqiyuddin An nabhani.

            Saudaraku, ikatan yang pantas mengikat kita (kaum muslim) adalah karena ikatan satu Akidah. Perlu kita ketahui kaum muslimin itu hanya ada satu. Tidak ada yang namanya muslim Indonesia, muslim Paletina, muslim Arab atau muslim lainnya. Kerana memang kita adalah umat islam. Tuhan kita satu, Allah. Nabi kita satu, Muhammad Rasulallah. Kitab kita satu, Al qur’anul karim. Lalu, mengapa kita masih sibuk mengikat benang-benang Nasionalisme yang rapuh itu.

            Ikatan karena satu Akidah, adalah lebih kuat ketimbang ikatan karena satu tanah. Bukankah Allah menyebutkan bahwa setiap Muslim itu bersaudara. Ah... sungguh indah bila dirasa persaudaraan karena lillah. J


            Mengakhiri perbincangan kita kali ini, moga kita sama-sama mengerti bahwa ikatan yang dapat menyatukan dan memperkuat kaum muslim adalah ikatan satu Akidah yang tidak mengenal ruang, bukan Nasionalime yang rapuh dan pantas dibuang. J

Bagikan

Tulisan Lainnya

Sekat itu bernama Nasionalisme
4/ 5
Oleh

Tinggalkan kesan.