Mungkin tidak berlebihan jika majunya sebuah bangsa dapat
terlihat dari kegemaran mereka membaca dan menuangkan apa yang dibacanya dalam
sebuah tulisan. Sebuah survei yang di lakukan oleh Most Littered Nation In
the World tahun 2016 yang berbasis di Amerika Serikat memberikan penilaiannya
terkait minat baca di berbagai negara termasuk Indonesia di dalamnya
menunjukkan bahwa posisi Indonesia berada di peringkat 60 setelah Thailand dari
61 negara yang diadakan survei tersebut.
Pada faktanya inilah yang tengah terjadi di negeri ini,
krisis minat membaca dan menulis, lebih lagi negara ini adalah mayoritas
muslim. Jika kita berkaca pada sejarah, peradaban islam memuncaki dunia karena budaya
membaca dan menulis yang tidak pernah ditinggalkan.
Dalam sejarah Islam, akan kita dapati pakar-pakar keilmuan mayoritas adalah
para ulama. Kedokteran, geografi, optik, kartografi, farmasi, kimia, astronomi,
matematika, dan yang lainnya. Sebut saja Ibnu Khaldun, cendikiawan muslim yang
menulis buku mukaddimah setebal 1000 halaman dan kerapkali disebut sebagai Bapak
Sosiologi, Ibnu Al Hatsami yang menemukan ilmu optik kamera, Al Khawarizmi pencipta
angka nol dan metode Al jabar dan masih banyak lagi.
Penemu-penemu yang terlahir dari rahim umat islam adalah ia
yang tidak meninggalkan tradisi membaca dan menulis. Pun sejarah mencatat ditengah
kemajuan peradaban umat islam (the golden age) barat dengan ketertinggalannya
(the dark age) mengekor pada umat islam. Hal yang tidak bisa kita pungkiri
bahwa umat islam merupakan penyumbang terbesar bagi kemajuan zaman saat ini dan
sekali lagi, hal ini di karenakan tidak ditinggalkannya budaya membaca dan
menulis.
Begitu dahsyatnya
efek dari membaca serta menulis, ia mampu membawa negara menuju puncak
peradaban, membuat hal yang tiada menjadi ada seperti negara Israel yang
sejatinya dulu hanya angan kini mewujud menjadi negara di tangan Theodore Herlz
akibat tulisannya Altneuland yang menginspirasi kaum Yahudi untuk
mempunyai sebuah negara.
Bahkan Samuel Huntington yang menulis ‘disertasi’ doktoralnya
tentang ”Benturan Peradaban”, antara peradaban Barat (Kristen, Yahudi dan
sebagainya) dengan peradaban Dunia Timur (Islam) pada akhirnya menjadi rujukan
Dunia Barat dalam menilai dan menyikapi kebangkitan dunia Islam (as-shahwah
Islamiah). Huntington meyakini dan menulis angan-angannya bahwa setelah Amerika
memenangkan Perang Dunia II, maka lawan mereka berikutnya yang akan dan harus
dihadapi adalah ”umat Islam.” Efek besar dari tulisan (disertasi) Huntington
tersebut kini menjadi aksi nyata eksistensi dunia barat yang dirasa oleh hampir
semua umat Islam diseluruh bagian dunia. Hampir disemua lini dan segmentasi
tatanan kehidupan negara-negara Islam berada dibawah cengkeraman Amerika-Barat.
Begitulah
tulisan merubah masyarakat dan dunia. Begitupula membaca membawa negara pada
kebangkitan yang tidak terbendung. Sebagai masyarakat muslim kita harus kembali
menghidupkan tradisi membaca dan menulis ditengah-tengah umat agar senantiasa
mencerdaskan dan membangkitkan semangat kaum muslimin untuk kembali memimpin
dunia. Jika melihat ulama-ulama dahulu, mereka adalah penulis, ilmuan dan
pemikir-pemikir islam yang tidak jarang dengan kebiasaan tersebut muncul-lah karya
yang di jadikan rujukan oleh kaum muslim hingga saat ini; ada Imam Malik dengan
Al Muwatho'nya ada Imam Syaf'i bersama Ar Risalahnya, ada Ibnu Hajar Al
Asqalani dengan Fathul Bari-nya, ada Imam an Nawawi melekat Riyadhus
Shalihinnya, dan masih banyak lagi karya-karya besar milik kaum muslim dalam membangun
peradaban islam.
Sampai disini, kita bisa membayangkan bagaimana dahsyatnya
kekuatan sebuah tulisan. Ia bisa menjadi senjata melawan kezaliman ketika
meriam telah dihancurkan, ketika senapan dan mesiu telah tenggelam dalam
lautan. Maka, adalah wajar jika di era ”Orde Baru” Soeharto yang mantan
presiden kita itu begitu gencar memberangus dan mengejar-ngejar para penulis.
Sebab, Soeharto meyakini kekuatan pena lebih dahsyat daripada senapan, lebih
tajam daripada ujung pedang.
Senada dengan Kaisar Prancis Napoleon Bonaparte
yang mengatakan, “aku lebih takut pada penulis daripada 1000 pasukan
bersenjatakan lengkap.” Maka budaya membaca dan menulis tentunya sangat
berpengaruh bagi kemajuan bangsa. Jika kita tidak mulai membiasakan membaca
maka otak kita tidak akan pernah mendapatkan informasi atau ilmu baru. Pun jika
kita tidak membiasakan menulis maka tulisan-tulisan hanya akan di penuhi oleh
pemikiran yang merusak dan hal ini tentunya menjadi penghambat bagi majunya
sebuah bangsa lebih lagi peradaban islam.
Bagikan
Membaca dan Menulis dalam Memajukan Peradaban
4/
5
Oleh
Harun Tsaqif
Tinggalkan kesan.