Alkisah diceritakan, seorang anak remaja yang menuntut ilmu
disebuah madrasah, ia sangat rajin. Tapi, meskipun begitu, ia di ejek oleh teman-temannya
dengan sebutan bodoh karena tidak naik kelas dan sering sekali lupa dengan pelajaran-pelajaran
disekolah. Inilah yang membuatnya patah semangat, tidak ingin melanjutkan
pendidikannya di madrasah, sampai akhirnya setelah merenung dan memikirkan, ia
memutuskan untuk pulang dan berhenti belajar.
Ia pun pergi, tanpa pamit dengan guru-gurunya terlebih
dahulu.
Di perjalanan saat ia pulang, hujan turun cukup lebat hingga
ia memutuskan untuk berteduh. Disanalah, ditempat ia berteduh, ia melihat
sebuah batu besar yang tertetes air hujan hingga melubang. Remaja itu melihatnya
dengan penuh perhatian. Ia seperti mendapat pelajaran berharga.
“Batu yang demikian keras bisa berlubang karena tetesan air
hujan yang terus menerus” katanya, “kalau begitu, kebodohanku juga akan musnah
jika terus menerus terkena tetesan ilmu. Aku tidak boleh menyerah,” gumamnya
dengan penuh semangat.
Ia tidak jadi pulang, ia memutuskan untuk kembali ke madrasah.
Ia semakin giat belajar, digunakan waktunya dengan penuh optimal, tidak
dibuangnya kesempatan untuk terus menimba ilmu. Kelak, dikemudian hari ia
menjadi ulama besar, seorang ahli hadist terkemuka serta pengarang kitab Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari yang
dipelajari oleh umat islam diseluruh dunia sampai sekarang.
Remaja itu, tidak lain adalah Ibnu Hajar Asqalani. Teman-teman
sebayanya memberikan julukan “Ibnu Hajar” (Putra Batu) karena ia mengambil
pelajaran dari filosofi batu.
***
Dari kisah
yang telah dituturkan, kita bisa mengambil banyak pelajaran tentang
kesungguhan. Air yang terus menetes akan mampu melubangi hingga menghancurkan
batu. Begitu juga dengan kita yang tidak pernah berhenti mencoba , terus
berusaha dan pantang menyerah pasti akan berhasil. Tapi tentu ada proses yang
harus kita lewati terlebih dahulu, karena proses yang menempa kita untuk siap.
Setelah mencoba serta melewati
proses, kita bisa saja tidak berhasil. Disinilah kita membutuhkan
kesabaran untuk terus mencoba, berjuang dan mengoptimalkan seluruh daya untuk
kembali memulai apa yang telah dijalani. Dan bisa jadi ketika memulai yang
kedua kita gagal kembali, tapi tentu sabar menikmati proses, seperti kekata
orang bijak adalah awal dari kesuksesan.
Pun sebetulnya,
kita tidak pernah benar-benar gagal. Yang ada adalah kita mendapatkan pelajaran
untuk terus mempersiapkan apa saja yang dibutuhkan untuk menggapai
keberhasilan.
Terakhir, kesungguhan
dan kesabaran, persis seperti dua 'sayap' yang mampu membawa kita pada
kesuksesan.
“Bukan yang paling tajam, tapi yang paling bersungguh-sungguh” A. Fuadi
Bagikan
Filosofi Batu
4/
5
Oleh
Harun Tsaqif