Sebuah
perjalanan hidup yang setangahnya hampir kujalani bersamamu. Kisah kehidupan
yang membawa kita pada arti “keistimewaan” karena ada orang yang mencintai
disisi. Mungkin sudah sifat seorang lelaki, yang menginginkan kasih sayang
lebih dari seorang wanita bernama ibu, dan menginginkan kasih sayang lain dari
seorang wanita bernama istri. Hal itulah yang terkadang membuat seorang lelaki
mencari wanita; agar hati tenang, jiwa senang, raga riang dan ah... engkau
lelaki pasti tahu.
Aku sudah mendapatkan wanita. Iya,
kamu. Senyummu yang memikat meski hanya sepandang aku melihat. Lalu setelah
kuberanikan diri mengenalmu, kita semakin dekat. Ah... mungkin ini terlalu
cepat, tapi tak apalah kurasa ini waktu yang tepat, mendapatkan seorang wanita
agar perasaan ini mempunyai tempat.
Sampai beberapa waktu, kuamati kau
dari jauh. Membayangkan kau dan aku tlah menjadi satu, rasanya senang, aku
menjadi suamimu dan engkau menjadi istriku. Ah... lagi-lagi khayalan indah tak
bertepi itu muncul, membuatku tersenyum sendiri, malu.
Selang hari berganti dan bulanpun
berlalu, kumantapkan diri untuk nyatakan cinta padamu. Meski awalnya hati ragu,
namun kubulatkan tekad bahwa engkaulah jodohku. Tanpa menunggu lama segera
kudekati dirimu, sembari menyusun kata agar tak tergagap di depanmu. Lalu
kukatakan“Aku cinta kamu, maukah engkau menjadi Pacarku?” ini adalah kali
pertama aku menyatakan cinta pada seorang wanita dan menjadikannya pacar. Ah...
semoga langkah ini benar.
Kini waktu terus berlalu dengan
engkau disampingku. Sungguh dunia ini terasa sangat berarti saat engkau menemani
perjalanan hidupku. Tapi, ada yang aneh. Aku tak tahu apa, namun yang jelas
kita sudah seperti suami istri. Maksudku, kita selalu menanyakan kabar,
menanyakan sudah makan atau belum, jalan-jalan berdua, melakukan hal romantis
yang menurutku itu hanya pantas dilakukan oleh pasangan suami dan istri.
Dari sana, perlahan aku tersadar. Aku
belum menjadi suamimu dan engkaupun belum menjadi istriku, mengapa kita
melakukan ini? Hubungan pacaran ini begitu menyiksa hati tak sepantasnya kita
berada dalam ikatan ini. Aku bisa saja pergi meninggalkanmu dan setelah itu aku
cari pacar yang baru dengan alasan “kita sudah tidak ada lagi kecocokan” namun
sebagai lelaki sejati aku tidak melakukannya karena engkau adalah wanita yang
baik perangainya.
Mengertilah, mengapa kita harus
mengakhiri hubungan ini. Aku belum menjadi suamimu, aku tak pantas mengatur dan
memerintahmu layaknya istriku. Selama ikatan pernikahan belum mengikat kita, maka
selama itu pulalah kau dan aku harus menjauh.
Sayang... Aku belum menjadi suamimu,
kuakiri hubungan ini demi kebaikan bersama agar kita tak lagi terjebak dalam
dosa. Pahamilah... mulai saat ini kita berpisah.
Bagikan
Aku belum Menjadi Suamimu
4/
5
Oleh
Harun Tsaqif