Kamis, 13 November 2014

Dalam dekapan Cinta

Pandangan itu terlintas, seperti kedua magnet yang saling beradu. Ada rasa yang tidak bisa di ungkapkan dengan kekata. Rasa yang tiba – tiba mengalir deras dalam hati, mungkinkah ini cinta pada pandangan pertama.

“Astagfirullah..” adam mengalihkan pandangannya.
Kembali ia berjalan menyusuri indahnya kota jakarta. Namun, hatinya terus meminta untuk memberatkan kaki agar tidak segera beranjak dari tempatnya berdiri. Pelan, ia menolehkan kepalanya ke alakang, melihat kembali wanita bercadar yang baru saja ia lihat.
Tak di duga, kedua mata itu saling beradu kembali. Wanita bercadar itu juga menoleh ketempat berdirinya adam. Malu, keduanya segera pergi meninggalkan tempat itu.

***

“Assalamu’alaikum... ibu..” adam kembali mengetuk pintu rumah.
“Duh.. ibu kemana ya, ko pintunya terbuka” segera adam masuk kedalam rumah kecilnya itu, menemui ibu tercinta setelah di tinggal studi akhirnya di luar kota.

            Disusurinya semua isi rumah, namun ibunya tetap tidak ada. “Duh.. ibu kemana sih..”  adam cemas memikirkan sang ibu, karena memang hanya ibulah yang ia miliki saat ini, terlebih ayahnya sudah meninggal sebulan yang lalu karena menderita stroke.

            Terus saja khawatir, adam duduk dibangku berwarna cokelat tepat di teras rumahnya. Ia sandarkan bahu yang telah lelah itu sembari membentangkan kakinya yang juga letih karena perjalanan jauh. Ia menunggu sang ibu dengan rasa rindu yang sudah berbulan-bulan dipendamnya, cukup berat meninggalkan ibunya sendiri lantaran harus melanjutkan studi akhirnya, namun itu semua demi ibu yang selalu mendukungnya.

            Rerindang pohon yang lebat serta angin yang bertiup pelan, membuat suasana semakin nyaman untuk merebahkan badan sesaat. Adam tertidur pulas. Tanpa terasa, menit demi menit telah meninggalkannya. Wajah yang tampak telah lelah itu membuat iba sang ibu untuk membangunkannya.

            Sang ibu baru saja pulang setelah menghadiri pengajian yang di adakan dirumah tetangga, setelah melihat anaknya yang baru saja pulang dan tertidur pulas dibangku, tak tega rasanya membangunkan anak semata wayangnya itu. Ia pandangi wajah anaknya, yang telah berjuang menafkahi ibu yang kini hanya sendiri.

             Tangan sang ibu kini begitu lembut menyentuh pipi anaknya, menyapu rambut sang anak dengan sentuhan kasih sayang.

            Menyadari bahwa ibunya sedang membelai lembut pipinya, tangan adam pun langsung mengegam tangan lembut sang ibu, yang telah membesarkannya selama ini dan membimbingnya hingga menjadi anak yang baik.

Ia ciumi tangan sang ibu, lalu memeluknya dengan hangat.
“ibu.. ibu kemana aja, aku cari dalam rumah ngga ada, pintunya kebuka lagi.. ibu abis dari mana?” tanya adam khawatir.
“ibu habis menghadiri pengajian dam..” sahut sang ibu sembari membelai pipi anaknya itu. ”kamu kok ngga ngabari ibu dulu kalo mau pulang, kan ibu bisa nungguin kamu dulu?” “hehe..” tawa adam merekah “abis kangen bu..” lanjutnya.

            Adam adalah sosok lelaki pejuang, pekerja keras dan sangat rajin membantu orang tua, ia juga sangat di segani oleh teman – temannya karena kepintarannya dalam menyelesaikan masalah. Namun, saat dekat sang ibu ia menjadi anak yang sedikit manja.

 “kamu ini..” tangan sang ibu mencubit pipi anaknya “yasudah kamu masuk dulu sana, mandi, ganti pakaian mu sebentar lagi mau ashar, ibu siapkan dulu makanan buat kamu”

“duh... ibu tau aja kalo anaknya laper, hehe.. yaudah aku masuk dulu ya bu” tinggal adam sembari mendaratkan kecupan di dahi sang ibu tercinta.

***

“aku belum mau menikah bi..” syifa menjawab pertanyaan abi nya lembut.
“tapi nak.. umur mu sudah cukup untuk menikah, abi mu ini ingin segera menggendong cucu, ya kan mi? Tanya sang ayah pada istri.

 “iya.. umi ingin rumah ini ramai, di isi dengan anak – anak kecil yang lucu”
“tapi umi” syifa berkilah. “aku belum menukan pasangan yang cocok untuk di jadikan suami”

            orang tua syifa terdiam sejenak, mereka berdua saling memandang mendengar jawaban putri semata wayangnya itu.

“begini saja..” suara sang ibu memecah kesunyian “nanti biar umi carikan suami untuk mu, bagaimana?”
syifa terdiam seribu bahasa, apa ini masih di zaman siti nurbaya yang serat dengan perjodohan? gumamnya dalam hati. Tapi, ia meyakini bahwa pilihan orang tua adalah yang terbaik.

“Baiklah umi.. seterah umi saja, syifa ikut” jawab syifa dengan seyuman manisnya.
“alhamdulillah..” sahut  orantua syifa. Akhirnya putri semata wayangnya mau menikah juga setelah dibujuk sekian lama.

“kalo begitu, secepatnya akan umi carikan, ya kan, bi?”
 “iya.. tapi kamu harus janji lho nak jangan kamu tolak pilihan orang tua”
“iya bi.. insya Allah jika memang jodoh, syifa akan menerimanya dengan ikhlas..”
 “yasudah kalo begitu, umi dan abi ingin pergi keluar dulu, tolong nanti kalo ada yang cari bilang abi sedang keluar sebentar” pesan sang ayah.
“iya bii...” sahut syifa yang dari tadi duduk disofa.

            Syifa segera mengambil al – qur’an yang ada didepannya untuk menghilangkan sepi rumah. Namun, fikirannya menerawang jauh mengingat kejadian yang baru saja dialaminya. Berpapasan dengan lelaki yang belum ia kenal. Syifa tersenyum geli jika mengingat tingkah lelaki yang belum dikenalnya itu, wajahnya bersih dan jenggotnya yang cukup lebat menambah kelucuan lelaki itu.

“astagfirullah.. “ syifa menggelengkan kepala. “Ya rabb.. lindungi aku dari godaan syaitan yang terkutuk” pintanya dalam hati.

***

            Suasana malam yang indah, ba’da isya yang tidak biasa karena malam ini bisa berada di rumah  sederhana bersama ibu tercinta. Suasana yang sudah berbulan tidak dirasakan kini kembali hadir menyelimuti dirinya. Duduk dibangku coklat di depan teras rumah, adam membaca al-qur’an dengan suara indahnya. Melantunkan ayat demi ayat, meresapinnya hingga masuk ke relung jiwa. Al – qur’anlah yang selama ini menemai dirinya saat jauh dari sang ibu dan saat ayah tidak ada lagi disampingnya.

“dam..” sahut sang ibu sembari duduk disamping adam. Adam mengakhiri bacaan qur’annya dengan cepat. “kamu tahukan” lanjut sang ibu. “kalo saat ini ibu sendirian dirumah kita ini, apalagi saat kamu harus selesaikan studi akhir kamu diluar kota, sepii... banget rasanya, ibu pengen kamu cepat menikah dam..” pinta sang ibu pada anak kesayangannya.

            Permintaan sang ibu, mengoyak hatinya. Ia tahu kalau ibu yang sangat di cintainya ini sangat kesepian, terlebih setelah di tinggal mendiang sang ayah. Ia tak tega bila sang ibu yang di cintainya merasa sendiri.

            Adam terdiam sejenak, memikiran jawaban yang pas agar dapat diterima ibunya. Ia memutar otak untuk dapat membuat ibunya senang mendengar jawabannya ini...
“ibu..” jawab adam lembut. “ibu kan tahu kalo aku sedang menempuh studi akhir, sebentar lagi aku lulus bu..” lanjutnya sembari meyakinkan sang ibu.

            Wajah sang ibu kini berubah menjadi kecewa mendengar jawaban sang anak yang tidak sesuai dengan keinginannya.
 “Jadi kamu ngga mau nurutin kata ibu, apa kamu ngga mau nikah? Ibu kesepian dam.. ibu butuh temen untuk menemani ibu.. seengganya kalo seandainya ibu meninggal kamu sudah punya istri dan ada yang ngurusin kamu.”

“ssst... ibu ngomong apasih..” timpal adam. “ko pake bawa-bawa meninggal”
 “ya abis kamu ngga mau nikah”
 “bukan ngga mau nikah bu.. tapi adam mau nyeselain studi adam dulu”
 “yasudah.. seterah kamu saja..”

             kini sang ibu beranjak dari tempat duduknya, meninggalkan adam sendiri diteras rumah dengan wajah yang murung.

            Melihat wajah ibunya yang sedih, adam tak tega. Belum sempat sang ibu masuk kedalam rumah adam memegang lembut tangan ibu tercinta.

“iya, yasudah.. adam mau nikah..”
Mendengar jawaban sang anak wajahnya kembali ceria.
“bener?” tanya ibu meyakinkan.
“iya..”
 “kapan..?” sela sang ibu.
 “iya.. nanti bu..”
 “iya.. tapi kapan?”
 “secepatnya..”
 “emang kamu sudah ada calonnya?”

adam sedikit menggelengkan kepalanya. “belum bu.. tapi tadi siang saat turun dari angkot, adam ketemu dengan wanita bercadar bu, hijabnya lebar dan panjang”
“terus?” timpal sang ibu.
“matanya agak kecokelatan”
 “kamu tanya siapa namanya?” tanya sang ibu dengan wajah serius.
 Adam kembali menggelengkan kepalanya.
 “aku malu, orang cuma berpapasan aja.”

            Kembali adam teringat dengan kejadian tadi siang, wanita berhijab lebar dan bercadar itu sepertinya telah merebut hati adam dari tempatnya. Senyum adam melebar bila ingat kejadian itu.
“huss.. senyum-senyum sendiri” tangan sang ibu menyapu wajah adam. “iya sudah, ibu doakan semoga wanita yang tadi siang berpapasan dengan kamu itu menjadi istrimu”
 “aamiin” jawab adam.

***

            Pagi yang cerah, burung – burung saling bersautan menyambut mentari yang mulai  menampkan wajahnya. Suasana pagi hari khas pedesaan ada ditempat adam dan ibunya tinggal. Sejuk, itulah yang dirasakan adam. Akhirnya ia dapat kembali menikmati pagi dijakarta.

“dam..” sapa sang ibu tercinta.
“kamu mau pergi kemana lagi?”
“aku mau ke toko buku dulu bu.. ada beberapa yang ingin aku beli untuk tugas studi ku..” jawab adam sembari mengemas tas gemblok warna hitamnya.

“aku berangkat ya bu..” tinggal adam sembari mencium tangan, dan tak lupa kening ibunya. “assalamu’alaikum”
“wa’alaikumsalam.. hati – hati...”

***

            Tak biasanya syifa ingin pergi mengikuti kajian pagi hari ini. Ia mulai mengemas keperluannya seperti buku dan pulpen untuk mencatat apa saja yang disampaikan oleh Ustadz Reza Basalamah, ustadz idamannya. Syifa sangat  menyukai pembahasan – pembahasan yang disampaikan oleh ustadz idamannya itu. Kadang lucu, dan kadang juga serius. Penjelasannya padat dan ringkas memebuat semua orang muda mengerti perkataannya. Itulah mengapa syifa sangat menyukai ustadz ini.

“Syifa.. kamu berangkat kajian sama siapa?” tanya sang ayah.
“Sendiri bi.. temen – temen ku pada ngga bisa.”
“yasudah naik motor abi saja ya.. abi ngga bisa ngaterin kamu hari ini, ada temen abi mau datang dari sumatera, ngga enak kalo dia sudah sampai sini abi ngga ada” sang ayah mulai memberikan kunci motornya.
“ini.. hati-hati bawanya”
“ngga usah bi... “ tolak syifa lembut. “aku mau naik mobil aja sekalian biar bisa olahraga, he..he..”

            Syifa yang mengenakan hijab panjang berwarna hitam itu pun pamit meninggalkan sang ayah. 
“tolong bilang sama umi ya bi.. aku pergi dulu mengikuti kajian”
“iya. hati-hati lho.. kalo sudah selesai sms abi saja biar bisa abi jemput.”

“iya..” jawab syifa. Pergi meninggalkan ayahnya..


Bersambung... 

Bagikan

Tulisan Lainnya

Dalam dekapan Cinta
4/ 5
Oleh

Tinggalkan kesan.