Suasana kota jakarta cukup padat pada pagi hari. Semua
bertebaran menuju tempat masing-masing, ada yang ingin ke kantor, pergi sekolah,
ke pasar, semua menjadi satu. Kemacetan kota jakarta tidak asing lagi bagi adam
meskipun ia berbulan meninggalkan kota jakarta. Pun, metro mini yang membawanya kencang tak
membuat ia panik, sudah biasa.
Wajah
adam menghadap jendela metro mini yang sedikit reot dimakan waktu. Matanya
melihat – lihat keluar jendela menyaksikan orang yang lalu lalang. Kini, sang supir
mulai menghentikan mobilnya melihat penumpang yang ingin naik.
Adam
melihat penumpang itu, seorang wanita bercadar persis seperti wanita yang di lihatnya
kemarin. Dadanya kini mulai kembang kempis, nafasnya mulai tidak beraturan
karena wanita itu kini melihat adam. Ia alihkan pandanganya keluar jendela dan
pura-pura tidak melihatnya.
“ya Allah, semoga dia ngga duduk disamping ku..”
gumam adam dalam hati.
Kulit
adam kini mengeluarkan keringat dinginnya, ia panik kalau-kalau wanita itu
duduk disampingnya.
Mata
wanita itu mulai mengitari tempat duduk yang kosong, sembari berjalan pelan
menuju belakang, dan sepertinya ia menemukan tempat duduk kosong persis
disamping lelaki berkemeja putih itu.
Adam
melirik-lirik, apakah wanita bercadar itu ingin duduk disampingnya. Sepertinya,
adam bisa bernafas lega. Ia duduk disamping pak tua berkemeja putih yang sedang
tertidur, tepat di depannya.
“alhamdulillah..” gumam dalam hati sembari mengusap dadanya.
Metro
mini itu kini melaju kencang. Semua mata penumpang pun kini tertuju pada wanita
bercadar hitam itu. Terlihat lelaki sinis yang ada disebelah tempat duduknya,
melihatnya dengan begitu geli.
“eh... ada ninja naik metro.” Teriaknya sambil
tertawa.
Wanita itu diam, tak ingin membalas perkataan lelaki
menyebalkan itu.
“muka ko di topengin neng... ada tompelnya yaa..?”
lelaki itu tertawa puas. Para penumpang pun hanya bisa diam melihat lelaki yang
tidak sopan itu.
Pun,
wanita bercadar itu tetap diam dan sesekali mengucap istigfar dalam hatinya.
Adam yang duduk dibelakang wanita itu pun kesal
mendengar perkataan lelaki itu, ingin sekali rasanya menghajar lelaki yang
tidak bisa menghormati wanita yang berpegang teguh pada agamnya.
“coba
buka dong topengnya..” tangan lelaki itu cepat menyentuh cadarnya.
Adam
yang dari tadi menyaksikan, langsung menggenggam keras tangan lelaki itu.
“maksud anda apa menggangu wanita ini !?” tanya adam
dengan nada keras.
Suasana
mulai tegang menyelimuti metro mini. Para penumpang hanya diam dan tak ingin
ikut campur dengan masalah yang mereka
hadapi.
“eh.. siapa lu! Berani banget lu ngalang-ngalaing
gue, lepasin ngga!” bentak lelaki yang juga mengenakan topi kecokelatan .
“saya tidak akan melepaskan tangan anda sampai anda
menjauh dari wanita ini!”
“ah.. banyak bacot
lu!”
“duk!” tangan lelaki itu mendarat kencang di pipi
adam. Adam terjatuh, ia pingsan.
Wanita
bercadar itu berteriak, dan spontan mendaratkan tasnya kewajah lelaki yang baru
saja memukul penumpang. Para penumpang yang melihat hal itu tidak tinggal diam.
Mereka langsung menolong dan meneriaki lelaki itu dengan maling agar semua
penumpang menangkapnya. Panik, lelaki itu segera turun dari bis dan
meninggalkannya.
***
“Assalamu’alaikum..”
pria berpakaian rapih dengan peci hitam di kepalanya mengetuk pintu. Belum ada
jawaban dari sang penghuni rumah. Setelah dua kali mengucapkan salam..
“Wa’alaikumsalam, sebentar..” suara dari dalam mulai
rumah terdengar.
Di bukanya pintu oleh sang pemilik rumah.
“subahanallah, samsul!”
mereka berpelukan.
“kapan datang? Ayah mu mana?”
“Baru sampai pak, ayah tak bisa ikut karena harus
menghadiri undangan para buya disana”
jawab samsul dengan logat khas daerah minang.
“oh.. yausdah, ayo sini masuk-masuk. Kenapa tadi
tidak bilang bapak, nantikan bisa bapak jemput dibandara”
“tak apa pak, saya takut merepotkan”
“tentu tidaklah nak samsul, kamu kan tamu di tempat
bapak, silahkan duduk dulu”
Samsul
pun duduk di ruang tamu yang sedikit lebar itu sembari melihat-lihat ruangan. Ada
beberapa rak buku yang berisi terjemahan riyadhus
shalihin karangan imam nawawi, lengkap dengan arabnya. Samsul juga melihat
ada beberapa foto keluarga dari pak aziz, istrinya dan wanita bercadar di tengah
keduanya.
“yang bercadar itu pasti syifa” gumam samsul dalam
hati.
“eh.. nak samsul” sapa ibu syifa yang baru tiba
rumah sehabis belanja.
Samsul
segera beranjak dari tempat duduk empuk itu dan menyambut tangan istri pak aziz
lalu menciumnya. “kamu kapan datang nak?” lanjutnya.
“Alhamdulillah, baru sampai bu”
“sudah ketemu bapak?”
“sudah bu..”
“oh.. ayo-ayo duduk lagi, ibu siapkan makan siang
dulu buat kita”
“terimakasih bu..”
Samsul
tersenyum senang, karena telah melihat kedua orang tua syifa. Orang tua yang
sangat baik dalam menyambut tamunya dan orang tua yang sangat peduli pada agama.
Sangat beruntung bila samsul mendapatkan mertua seperti ayah dan ibu syifa.
“bagaimana
nak samsul, perjalanan menuju jakarta?”tanya pak aziz yang memegang dua cangkir
bersisi teh, lalu menyuguhkannya.
“alhamdulillah lancar pak..”
“alhamdulillah jika seperti itu..
“hm.. syifa kemana pak?” tanya samsul
“oh iya, syifa tadi izin pergi untuk menghadiri
kajian di masjid an-nur, tapi sudah lewat dzuhur gini ko belum pulang ya?”
Pak
aziz mulai cemas, karena biasanya sebelum dzuhur syifa sudah tiba dirumah. Kini
wajahnya mulai menghadap jam besar yang berada diruang tamu, fiikirannya
menerawang jauh.
“syifa kemana yah?” gumam pak aziz.
***
Adam
tak kunjung siuman dari pingsannya. Pukulan lelaki itu nampaknya terlalu kuat menyentuh
pipi adam hingga ia hilang kesadaran. Sudah jam dua siang. Wanita itu menunggu
dengan sabar sampai adam kembali sadar.
“astagfirullah..” suara adam parau menahan sakit di pipinya
“saya dimana ini?”
“kamu ada di puskesmas” sahut wanita bercadar hitam
itu yang dengan setia menunggunya.
“maaf.. gara – gara aku kamu jadi seperti ini”
Adam
menatap wanita itu, wajahnya merunduk malu. Namun kembali ia palingkan sembari
melihat-lihat ruangan bewarna putih khas puskesmas.
“Ar rijalu qowwamun
‘alan nissa.” Adam memetik
potongan ayat dari al qur’an
“ngga usah
sungkan” lanjutnya. “sudah kewajiban seorang lelaki melindungi perempuan”
Adam
segera bangun dan beranjak dari tempat ia berbaring. Bersiap-siap untuk pulang
kerumah.
“oh iya.. sekarang jam berapa?”
“jam dua siang”
“duh.. maaf ya, sepertinya saya terlalu lama
pingsannya”
“em.. ngga papa ko”
Kedua
mata itu kini saling memandang, kembali terajut
rasa diantara mereka berdua. Mengingat-ingat kejadian beberapa hari yang
lalu, bertemu di pinggiran jalan jakarta. Kedua hati itu kini merasakan
hembusan angin segar dari cinta yang baru saja tumbuh, yang kini mulai menjalar
keseluruh tubuh serta memasuki sela-sela hati yang telah lama kosong. Mereka menatap
dengan sesekali merunduk malu, seperti dua anak kecil yang masih polos dan
lugu. Tapi rasanya, tak mungkin mengungkapkan rasa pada orang yang belum di
kenal.
“hm.. maaf nama kamu siapa?” tanya adam dengah pipi
yang memerah.
“nama ku.. syi..” belum sempat memberitahukan
namanya, perawat sudah membuka pintu dan masuk kedalam ruangan. Ia kembali
mengecek luka adam akibat pukulan keras di pipinya.
“sudah membaik, habis ini anda sudah boleh pulang”
“terimakasih..”
Setelah
sang perwat keluar dari ruangan, mereka berdua kini beranjak untuk segera
pulang.
“mau aku temani pulang kerumah?” wanita bercadar itu
mengajukan diri.
“ah.. ngga perlu, saya gak papa ko cuma memar sedikit”
Mereka
mulai keluar ruangan secara bersama.
Tetap diam dan saling menunda untuk bertanya.
“Nama saya adam, kamu?”
“Aku syifa..” jawab wanita bercadar hitam dengan wajah
masih merunduk malu.
“Hm..
Syifa..” adam berbicara dalam hati kecilnya. “akan ku ingat nama mu dalam hati
ini, akan ku ingat mata mu dalam fikiran ini, kau harus bertanggung jawab
karena telah menjatuhkan hati ku”
“Semoga Allah mempertemukan kita kembali” lanjutnya.
“apa?” tanya syifa.
“eh, ngga..” adam salah tingkah
Kini
mereka berdua saling berpamitan, meskipun hati enggan untuk beranjak pergi. Di
kepala mereka tersimpan banyak sekali pertanyaan. Namun bibir terasa keluh saat
ingin mulai bertanya. Ya, mungkin ini yang di namakan jatuh cinta. Saat kedua
mata saling beradu dan kedua hati saling memendam perasaan yang sama, cinta. Tidak
mengatakan cinta pada orang yang belum di kenal apa lagi hanya bertemu di
jalan, itu sangat baik dan lebih menjaga kehormatan.
“terimakasih ya.. kamu udah tolongin aku” sahut
syifa dengan tersipu malu
“iya.. sama-sama”
“em.. kalo gitu aku duluan ya, takut di cariin sama abi”
“oh.. iya ga papa duluan aja, dan makasih juga udah
mau bawa saya ke puskesmas”
Syifa
hanya menundukan wajahnya.
“Assalamu’alaikum, hati-hati saat pulang ya, adam”
Adam
terpaku, namanya disebut dengan begitu jelas dan lembut. Ia terus melihat syifa
yang baru saja pergi. Perasaan senang, sakit dan bahagia tercampur jadi satu,
pun rasanya jadi aneh dan tidak bisa di ungkapkan dengan kata-kata. Perasaan ini
hanya adam yang tahu dan apakah syifa juga merasakannya, perasaan yang sama
seperti adam, cinta.
“wa’alaikumsalam, hati-hati juga, syifa” sahut adam
pelan.
Bersambung...
Bagikan
Dalam dekapan Cinta (Bagian Dua)
4/
5
Oleh
Harun Tsaqif