Lelaki itu menunggangi unta
kesayangannya, al Qaswa’. Ia merunduk, sampai-sampai kepalanya hampir menyentuh
punggung kendaraanya. Dadanya di penuhi kalimat-kalimat thayyibah, lisannya
senantiasa menggemakan Allah dalam setiap langkah menuju pusat kota. Atas
izin-Nya Mekkah berhasil ditaklukan setelah perjanjian Hudaibiyah dilanggar
oleh elit Quraisy yang ingkar. Ingatan-ingatan itu, tentang perlakuan kaum
Quraisy atas pemeluk islam cukup memilukan. Di siksa, dilempari kotoran unta, disebut gila bahkan diboikot bahan-bahan
makanan hingga terpaksa harus memakan rumput menjadi memori yang tak
terlupakan.
Namun, dengan keluruhan budi yang
senantiasa dibimbing Ilahi membuatnya tidak kalap saat kesempatan untuk
membalas ada, seraya membantai kaum kafir mekkah atas perlakuan mereka dahulu. Tidak,
hal itu tak dilakukan olehnya, sebab ia diutus bukan untuk membawa adzab
melainkan rahmat.
Muhammad Shalallahu’alahi wa salam,
berhasil menaklukan kota tercintanya. Itulah penaklukan yang mengharu sebab
kota tumbuh-kembang beliau berhasil ditempati kembali setelah pengusiran keji. “Jika
bukan karena paksaan dari kaumku” ucap Nabi awal hijrah, “aku tidak akan
meninggalkanmu kota tercintaku.”
Penaklukan yang dilakukan Nabi
Muhammad shalallahu’alaihi wa salam untuk mekkah dilakukan dengan sangat
hati-hati. Ini terlihat saat Nabi berdoa; “Ya Allah,” tulis Dr. Nizar Abazhah
dalam kitabnya Taht Rayah al Rasul, “jangan biarkan ada mata-mata dan
berita yang sampai ke Quraisy sehingga kami dapat menyerbu mereka secara
mendadak.”
Lelaki itu kini tengah berdiri tepat di depan pintu ka’bah setelah menyisir
kota Mekkah. Orang-orang berkerumun, menunggu keputusan beliau selanjutnya.
Sembari memegang tiang pintu dan telah menyampaikan beberapa maklumat islam,
Rasulullah berucap, “wahai segenap kaum Quraisy, apa pendapat kalian tentang
tindakanku kepada kalian?”
“Kebaikan. Kau adalah saudara yang baik hati, keponakan yang
baik budi pekerti.” jawab orang-orang Quraisy.
Nabi
melanjutkan ucapannya dengan penuh belas kasih, “Kukatakan kepada kalian
sebagaimana Yusuf berkata kepada saudara-saudaranya, Dia (Yusuf) berkata,
‘Pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni
kamu. Dan Dia Maha Penyayang di antara para Penyayang.’ Pergilah, kalian
bebas!”
Demikianlah, Nabi Muhammad
shalallahu’alahi wa salam mengakhirkan penaklukan mekkah dengan pemaafan atas
perlakuan keji kaum-kaum yang tidak beriman. Lebih dari itu, penaklukan yang
dilakukan kaum muslimin terhadap mekkah terbukti tidak perlu mengucurkan darah
sebab yang dilakukan Nabi bukanlah mendiktatori kekuasaan, melainkan mengganti sistem
jahiliyah itu dengan aturan Islam yang membawa kejayaan.
Bagikan
Mekkah dan Penaklukan
4/
5
Oleh
Harun Tsaqif
Tinggalkan kesan.