Senin, 01 Juni 2015

Celoteh: Hidup ini adalah Perjuangan

Mentari Pagi Yang Indah

            Saat itu aku masih duduk dibangku sekolah, kelas dua SMP. Aku tidak mengerti, mengapa hidup begitu sulit. Aku juga tidak tahu mengapa masalah selalu saja mendatangiku. Terlebih, aku hanya seorang bocah yang sedikit kurus, dan lagi aku juga bukan anak seorang kaya raya. Tapi kenapa masalah seperti rintikan hujan, menghampiriku dari segala arah dan membuatku basah.

Mengapa hidup ini begitu sulit, disaat anak – anak seusiaku sekolah dengan senang gembira sedangkan aku bersekolah dengan beban dan masalah yang kian menumpuk. Sepertinya hanya aku saja yang memiliki masalah sebanyak ini, terlebih usiaku belum cukup matang untuk hitungan orang dewasa.

            Ibuku jatuh sakit, adik – adikku perlu uang untuk bayaran sekolah. Ayah? Ayahku hanya seorang pekerja serabutan yang tidak menentu pendapatannya. Lalu bagaimana cara untuk mendapatkan uang agar bisa membayar uang SPP adikku yang masih di sekolah dasar. Dan lagi, beras didandang ingin habis, besok aku dan adik – adikku tidak tahu akan makan apa.

Baik, aku putar otakku, berfikir dengan keras bagaimana cara mendapatkan uang untuk biaya sekolah adik dan membantu orang tua menafkahi keluarga. Ya aku tahu, hal yang seharusnya tidak difikirkan oleh anak seusiaku.

            Bingung, aku tidak tahu harus berbuat apa. Bagaimana kalau bekerja? Perusahaan mana yang mau menerima anak kecil yang masih duduk dibangku SMP. Pasrah, aku tidak tahu harus bagaimana. Tubuh kecilku mulai terkapar lemah. Dirumah tidak ada makanan yang dapat dimakan. Adik – adikku pun berusaha menahan laparnya dengan sesekali tidur. Siapa tahu setelah bangun rasa lapar itu hilang.

            Sudah jam sepuluh pagi, aku pun belum juga menemukan nasi untuk kami makan bersama. Untungnya adikku sedang tertidur dengan manisnya. Semoga ia bisa kuat menahan lapar hingga ayah pulang membawa makanan.

Rasa lapar kian menusuk perut kecilku, aku tidak punya uang untuk membeli makanan. Aku bingung harus bagaimana. Tubuh kecilku kian lemas, kepalaku mulai pusing, ruangan serasa berputar dimata kecilku. Kukuatkan kaki ini untuk keluar rumah, mencoba mencari sesuap nasi ataupun sepotong roti yang bisa dimakan bersama adik – adikku.

            Ah, aku baru ingat, aku punya seorang teman yang ibunya berjualan nasi uduk. Segera aku bergegas menuju tempat ibunya jualan. Siapa tahu saja ada sisa jualan yang dapat dibawa pulang untuk dimakan bersama ibu dan juga adik – adikku. Sedikit ada perasaan senang dalam hati kecilku saat itu, aku berkhayal dapat makan bersama keluargaku setalah ini. Sambil sedikit berlari aku menuju rumahnya. Bergegas dan membuat khayalan dapat makan bisa terwujud secepatnya, kami lapar.

            Terlihat dari kejauhan warung nasi uduk milik temanku itu. Masih banyak orang yang membeli nasi uduknya, padahal sudah jam setengah sebelas siang. Aku menunggu hingga aku yakin tidak ada yang membli nasi uduk lagi, dalam hati kecil ini aku terus berharap semoga ada sisa untukku makan bersama keluarga, sudah dari semalam kami belum makan.

            Ah.. sudah sepi batinku bicara. Aku beranikan langkah untuk mendekati warung nasi milik ibu temanku. Pun, aku tidak berani mendekati seandainya ibu temanku itu masih ada didalam rumahnya. Dan alhamdulillah, ternyata ibunya sedang keliling rumah – rumah untuk menjual sisa nasi uduknya dan berarti masih ada sisa makanan untuk dimakan, senang.

            Aku coba mendekati warung nasi itu, hingga akhirnya aku sangat dekat dan dapat melihat sisa makanan; ada bakwan, ada tempe oreg, sisahan bihun dan sedikit sayur labuh. Waah, semoga dengan ini aku bisa makan. Gumamku.

            Tanpa fikir panjang, aku memangil temanku itu. Oh iya, namanya Turmudzi dia biasa aku panggil dengan panggilan emud. Dia teman baikku saat SMP.

“emmud.. mudd...” sahutku memanggilnya. Tanpa lama menunggu ia datang menghampiriku yang berdiri tepat didepan warungnya. Aku tidak pernah melakukan ini, meminta makan pada saudara sendiri saja aku malu apalagi pada orang yang bukan siapa – siapaku, ia hanya seorang teman. Tapi aku harus melakukan ini, demi rasa lapar yang kian menusuk dan demi adik – adik serta ibuku yang sedang menahan laparnya. Ya Allah kuatkan aku.

            Aku malu, sedikit terbata saat aku ingin meminta makanan sisa itu. Namun aku harus membuang rasa malu ini, ya demi makanan sisa. Aku mulai biacara padanya. menyembunyikan muka lemas ini saat berbicara didepannya. Sebelumnya maaf, aku bukan tipe orang yang ingin  mendapatkan sesuatu tanpa bekerja. Aku sadar hidup di dunia ini harus dengan kerja keras, tanpanya kita tidak mungkin mendapatkan apa – apa. Aku menginginkan makanan itu dengan pertukaran jasa, aku mencuci piring – pring bekas makan para pelanggan. Ini  bukan gengsi tapi ini prinsip hidup yang pantang menerima sebelum bekerja.

            Setelah mencuci parabotannya; piring, gelas, panci, sendok dan penggorengan. Ku bungkus sisa sayur labu itu, beseta gorengan, bihun dan sedikit tempe oreg khas nasi uduk. Alhamdulillah, aku bisa membawa pulang sisa makanan ini. Setidaknya ini bisa menahan lapar kami hinga sore hari, senang.

            Setibanya dirumah, segera kubangunkan adik-adik, kupanggil ibu yang sedari tadi berada dikamarnya untuk makan bersama. Walau dengan lauk dan nasi sisa, kami tetap bersyukur karena dapat makan hari ini. Terlukis senyuman indah saat ibu dan adikku memakannya. Alhamdulillah...

***
Jangan Pernah Menyerah

            Betapa susahnya hidup ini bagi orang yang tidak memiliki sifat kerja keras dan suka gengsi terhadap sesuatu. Ia hanya mau melakukan hal – hal yang dapat membuatnya tetap keren dan tidak ingin menjatuhkan image nya. Jika terus seperti ini, percayalah orang ini tidak akan sukses seumur hidupnya.

Kita hanya seorang yang sederhana yang memiliki cita – cita besar. Sebuah pepatah mengatakan “Tidak ada kemenangan tanpa Pengorbanan” jika kita ingin sukses dimasa yang mendatang maka hal yang harus dilakukan adalah berkorban. Dan pertanyaannya sudahkah kita berkorban demi kemenangan itu?

            Kisah diatas adalah kisah saya saat duduk dibangku SMP, cukup mengharukan bagi saya, namun dari situlah saya belajar untuk selalu bekerja keras dan terus berjuang dalam mengarungi kehidupan ini.

Ada nasehat yang saya dapatkan dari pejual empek-empek. Ia berkata pada saya “kalau kamu malu, kamu tidak akan pernah makan” sebuah kalimat yang terus memacu saya untuk terus mengejar cita – cita dan tidak perlu malu dalam mengais rezeki yang halal, apalagi itu berhubungan dengan cita – cita yang kita miliki, harus dilakukan demi kesuksesan. Toh buat apa malu, selagi itu halal kerajakan saja.

Cuz Life Must go on. Fighting!


Semoga menginspirasi... 

Bagikan

Tulisan Lainnya

Celoteh: Hidup ini adalah Perjuangan
4/ 5
Oleh

2 komentar

Tulis komentar
avatar
Anonim
9 Juni 2015 pukul 16.28

Menginspirasi! Wah ceritanya hampir sama denga saya. Ada cerita yang tidak mengenakan saat SMP. Bisa dibilang masa-masa sulit dalam hidup saya.

Salam kenal Mas Harun

Reply
avatar
10 Juni 2015 pukul 07.27

Moga sekarang lebih baik ya...

Salam kenal dhicho :)

Reply

Tinggalkan kesan.