Saat itu aku masih duduk dibangku
sekolah, kelas dua SMP. Aku tidak mengerti, mengapa hidup begitu sulit. Aku
juga tidak tahu mengapa masalah selalu saja mendatangiku. Terlebih, aku hanya
seorang bocah yang sedikit kurus, dan lagi aku juga bukan anak seorang kaya
raya. Tapi kenapa masalah seperti rintikan hujan, menghampiriku dari segala
arah dan membuatku basah.
Mengapa
hidup ini begitu sulit, disaat anak – anak seusiaku sekolah dengan senang
gembira sedangkan aku bersekolah dengan beban dan masalah yang kian menumpuk. Sepertinya
hanya aku saja yang memiliki masalah sebanyak ini, terlebih usiaku belum cukup
matang untuk hitungan orang dewasa.
Ibuku jatuh sakit, adik – adikku
perlu uang untuk bayaran sekolah. Ayah? Ayahku hanya seorang pekerja serabutan
yang tidak menentu pendapatannya. Lalu bagaimana cara untuk mendapatkan uang
agar bisa membayar uang SPP adikku yang masih di sekolah dasar. Dan lagi, beras
didandang ingin habis, besok aku dan adik – adikku tidak tahu akan makan apa.
Baik,
aku putar otakku, berfikir dengan keras bagaimana cara mendapatkan uang untuk
biaya sekolah adik dan membantu orang tua menafkahi keluarga. Ya aku tahu, hal
yang seharusnya tidak difikirkan oleh anak seusiaku.
Bingung, aku tidak tahu harus
berbuat apa. Bagaimana kalau bekerja?
Perusahaan mana yang mau menerima anak kecil yang masih duduk dibangku SMP.
Pasrah, aku tidak tahu harus bagaimana. Tubuh kecilku mulai terkapar lemah.
Dirumah tidak ada makanan yang dapat dimakan. Adik – adikku pun berusaha
menahan laparnya dengan sesekali tidur. Siapa tahu setelah bangun rasa lapar
itu hilang.
Sudah jam sepuluh pagi, aku pun
belum juga menemukan nasi untuk kami makan bersama. Untungnya adikku sedang
tertidur dengan manisnya. Semoga ia bisa kuat menahan lapar hingga ayah pulang
membawa makanan.
Rasa
lapar kian menusuk perut kecilku, aku tidak punya uang untuk membeli makanan.
Aku bingung harus bagaimana. Tubuh kecilku kian lemas, kepalaku mulai pusing,
ruangan serasa berputar dimata kecilku. Kukuatkan kaki ini untuk keluar rumah,
mencoba mencari sesuap nasi ataupun sepotong roti yang bisa dimakan bersama
adik – adikku.
Ah, aku baru ingat, aku punya
seorang teman yang ibunya berjualan nasi uduk. Segera aku bergegas menuju
tempat ibunya jualan. Siapa tahu saja ada sisa jualan yang dapat dibawa pulang
untuk dimakan bersama ibu dan juga adik – adikku. Sedikit ada perasaan senang
dalam hati kecilku saat itu, aku berkhayal dapat makan bersama keluargaku setalah
ini. Sambil sedikit berlari aku menuju rumahnya. Bergegas dan membuat khayalan
dapat makan bisa terwujud secepatnya, kami lapar.
Terlihat dari kejauhan warung nasi
uduk milik temanku itu. Masih banyak orang yang membeli nasi uduknya, padahal
sudah jam setengah sebelas siang. Aku menunggu hingga aku yakin tidak ada yang
membli nasi uduk lagi, dalam hati kecil ini aku terus berharap semoga ada sisa
untukku makan bersama keluarga, sudah dari semalam kami belum makan.
Ah..
sudah sepi batinku bicara. Aku beranikan langkah
untuk mendekati warung nasi milik ibu temanku. Pun, aku tidak berani mendekati
seandainya ibu temanku itu masih ada didalam rumahnya. Dan alhamdulillah,
ternyata ibunya sedang keliling rumah – rumah untuk menjual sisa nasi uduknya
dan berarti masih ada sisa makanan untuk dimakan, senang.
Aku coba mendekati warung nasi itu,
hingga akhirnya aku sangat dekat dan dapat melihat sisa makanan; ada bakwan,
ada tempe oreg, sisahan bihun dan sedikit sayur labuh. Waah, semoga dengan ini aku bisa makan. Gumamku.
Tanpa fikir panjang, aku memangil
temanku itu. Oh iya, namanya Turmudzi dia biasa aku panggil dengan panggilan emud. Dia teman baikku saat SMP.
“emmud..
mudd...” sahutku memanggilnya. Tanpa lama menunggu ia datang menghampiriku yang
berdiri tepat didepan warungnya. Aku tidak pernah melakukan ini, meminta makan
pada saudara sendiri saja aku malu apalagi pada orang yang bukan siapa –
siapaku, ia hanya seorang teman. Tapi aku harus melakukan ini, demi rasa lapar
yang kian menusuk dan demi adik – adik serta ibuku yang sedang menahan laparnya.
Ya Allah kuatkan aku.
Aku malu, sedikit terbata saat aku
ingin meminta makanan sisa itu. Namun aku harus membuang rasa malu ini, ya demi
makanan sisa. Aku mulai biacara padanya. menyembunyikan muka lemas ini saat
berbicara didepannya. Sebelumnya maaf, aku bukan tipe orang yang ingin mendapatkan sesuatu tanpa bekerja. Aku sadar
hidup di dunia ini harus dengan kerja keras, tanpanya kita tidak mungkin
mendapatkan apa – apa. Aku menginginkan makanan itu dengan pertukaran jasa, aku
mencuci piring – pring bekas makan para pelanggan. Ini bukan gengsi tapi ini prinsip hidup yang
pantang menerima sebelum bekerja.
Setelah mencuci parabotannya;
piring, gelas, panci, sendok dan penggorengan. Ku bungkus sisa sayur labu itu,
beseta gorengan, bihun dan sedikit tempe oreg khas nasi uduk. Alhamdulillah,
aku bisa membawa pulang sisa makanan ini. Setidaknya ini bisa menahan lapar
kami hinga sore hari, senang.
Setibanya dirumah, segera kubangunkan
adik-adik, kupanggil ibu yang sedari tadi berada dikamarnya untuk makan
bersama. Walau dengan lauk dan nasi sisa, kami tetap bersyukur karena dapat
makan hari ini. Terlukis senyuman indah saat ibu dan adikku memakannya.
Alhamdulillah...
***
Betapa susahnya hidup ini bagi orang
yang tidak memiliki sifat kerja keras dan suka gengsi terhadap sesuatu. Ia
hanya mau melakukan hal – hal yang dapat membuatnya tetap keren dan tidak ingin
menjatuhkan image nya. Jika terus
seperti ini, percayalah orang ini tidak akan sukses seumur hidupnya.
Kita
hanya seorang yang sederhana yang memiliki cita – cita besar. Sebuah pepatah
mengatakan “Tidak ada kemenangan tanpa
Pengorbanan” jika kita ingin sukses dimasa yang mendatang maka hal yang
harus dilakukan adalah berkorban. Dan pertanyaannya sudahkah kita berkorban
demi kemenangan itu?
Kisah diatas adalah kisah saya saat
duduk dibangku SMP, cukup mengharukan bagi saya, namun dari situlah saya
belajar untuk selalu bekerja keras dan terus berjuang dalam mengarungi
kehidupan ini.
Ada
nasehat yang saya dapatkan dari pejual empek-empek. Ia berkata pada saya “kalau
kamu malu, kamu tidak akan pernah makan” sebuah kalimat yang terus memacu saya
untuk terus mengejar cita – cita dan tidak perlu malu dalam mengais rezeki yang
halal, apalagi itu berhubungan dengan cita – cita yang kita miliki, harus
dilakukan demi kesuksesan. Toh buat apa malu, selagi itu halal kerajakan saja.
Cuz
Life Must go on. Fighting!
Semoga
menginspirasi... 
Bagikan
Celoteh: Hidup ini adalah Perjuangan
4/
5
Oleh
Harun Tsaqif